PEMUDA DAN SOSIALISASI
A.
Internalisai Belajar dan Spesialisasi
1.
Pengertian Pemuda
pemuda identik sebagai sosok individu yang berusia produktif
dan mempunyai karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner, optimis,
berpikiran maju, memiliki moralitas, dsb. Kelemahan mecolok dari seorang pemuda
adalah kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan pemuda
yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan
sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri.
Pemuda adalah golongan manusia manusia muda yang
masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat
melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di
Indonesia dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan
kesempatan pendidikan. Keragaman tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan
perbedaan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda.
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengaruh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengaruh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda
Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa
bayi : 0 – 1 tahun
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Dilihat dari segi budaya atau fungsionalnya
maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut
:
Golongan
anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya
manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi
dan 18(21) tahun adalah usia yang telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai
baik pemerintah maupun swasta.
Dilihat dari segi ideologis politis, generasi
muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon
pengganti generasi terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga
serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1. Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
1. Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2.
Mahasiswa
usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3. Pemuda
di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda
sehubungan dengan pembangunan,
peran itu dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku.
1. Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku.
2.
Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Peran pemuda
jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama jenis pemuda
“pembangkit” mereka adalah pengurai atu pembuka kejelasan dari suatu masalah
sosial. Mereka secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan.
Kedua pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan
perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh
manfaat dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya,
sekalipun dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka
berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara
radikal, revolusioner.
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral,
mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral
kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak
dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan
norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yang dianut masyarakat. Sebagai
mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi
disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan
terhadap Tuhan Yang maha Esa.
pemuda identik dengan sebagai sosok individu yang berusia
produktif dan mempunyai karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner,
optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dsb. Kelemahan mecolok dari
seorang pemuda adalah kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan
kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik
berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu
sendiri.
2.
Pengertian Sosialisai
Pengertian sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang
individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri
dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Sosialisasi merupakan suatu
proses di mana seseorang menghayati (mendarahdagingkan – internalize)
norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik, karena
pada awal kehidupan tidak ditemukan apa yang disebut dengan “diri”. Dan
sosialisasi juga merupakan proses yang membantu individu
melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan
berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat. Selain itu Sosialisasi diartikan sebagai sebuah
proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan
yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma sosial yang
terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. Berikut
pengertian sosialisasi menurut para ahli :
Menurut Charlotte Buhler Sosialisasi adalah
proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana
cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi
dengan kelompoknya.
Menurut Peter Berger Sosialisasi adalah suatu
proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat
tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
Menurut Paul B. Horton Sosialisasi adalah
suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam
masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
Menurut Soerjono Soekanto Sosialisasi adalah
proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.
3.
Penjelasan Internasilasi, Belajar, dan
Sosialisasi
Ketiga kata atau istilah tersebut pada
dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu
melalui interaksi sosial. istilah internasilasasi lebih ditekankan pada
norma-nroma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah
belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki
sekarang telah dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi ditekankan
pada kekhususan yang telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul
melalui proses yang agak panjang dan lama.
4.
Penjelasan Proses Sosialisasi
Ada 2 teori proses sosialisasi yang paling
umum digunakan, yaitu teori Charles H. Cooley dan teori George Herbert Mead.Teori
Charles H. Cooley lebih menekankan pada peran interaksi antar manusia yang akan
menghasilkan konsep diri (self concept). Proses pembentukan konsep diri ini
yang kemudian disebut Cooley sebagai looking-glass self terbagi menjadi tiga
tahapan sebagai berikut.
” Seorang anak membayangkan bagaimana dia di
mata orang lain.”
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang
paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi dan
sering menang diberbagai.
“Seorang anak membayangkan bagaimana orang
lain menilainya.”
Dengan perasaan bahwa dirinya hebat, anak
membayangkan pandangan orang lain terhadap dirinya. Ia merasa orang lain selalu
memujinya, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini muncul akibat
perlakuan orang lain terhadap dirinya. Misalnya, orang tua selalu memamerkan
kepandaiannya.
“Apa yang dirasakan anak akibat penilaian
tersebut”
Penilaian yang positif pada diri seorang anak
akan menimbulkan konsep diri yang positif pula.Semua tahap di atas berkaitan
dengan teori labeling, yaitu bahwa seseorang akan berusaha memainkan peran
sosial sesuai dengan penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak di beri
label “nakal”, maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai “anak
nakal” sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, meskipun penilaian itu belum
tentu benar.
5.
Penjelasan Peranan Sosial Mahasiswa dan Pemuda
di Masayrakat
Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di
masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat.
Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang
sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah,
ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang
lain. Secara tak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi
dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental
instan dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi
kesulitan, hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos
kerja jadi lemah. Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan”
arena billyard, playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah
tempat bagi anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena
menarik perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak
untuk belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu
dengan kegiatan yang lebih positif. Peran pemuda yang seperti ini adalah peran
sebagai konsumen saja, pemuda dan mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan
yang berkontemplasi (pencipta karya). Dapat ditambahkan disini persoalan
NARKOBA yang dominan terjadi di kalangan generasi muda yang memunculkan
kehancuran besar bagi bangsa Indonesia.
B.
Pemuda dan Identitas
1.
Penjelasan Pola Dasar Pembinaan dan
Pengembangan Generasi Pemuda
Rangkaian kebijaksanaan pokok dalam
pembangunan di bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda dalam Repelita II
mencakup sejumlah kegiatan lanjutan, perluasan dan peningkatan berbagai usaha
selama Repelita I. Hal ini dilaksanakan dalam rangka pemecahan keseluruhan
masalah yang mendesak secara lebih mendasar. Masalah-masalah di bidang
pendidikan dan pembinaan generasi muda antara lain menyangkut perluasan dan
pemerataan kesempatan belajar, peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,
keserasian (relevansi) pendi*dikan dengan kebutuhan pembangunan, tepat guna dan
hasil guna pengelolaan sistim pendidikan, peningkatan dan perluasan pendidikan
luar sekolah, pembinaan generasi muda pada umumnya, pembinaan olah raga, serta
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan dan pembinaan
generasi muda. Berbagai masalah tersebut berkaitan satu sama lain sehingga
keseluruhan kebijaksanaan dalam mengatasinya secara lebih mendasar dengan
sendirinya merupakan suatu kebulatan pula.
Langkah-langkah kebijaksanaan yang digariskan
dalam Repelita II telah mengarahkan penyusunan program-program utama untuk
mencapai sasaran-sasaran pokok di bidang pembangunan pendidikan dan pembinaan
generasi muda melalui pelaksanaan rencana tahunan. Garis-garis kebijaksanaan
terse-but antara lain adalah sebagai berikut:
·
Perluasan
dan pemerataan kesempatan belajar
Usaha perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar sebagai pencerminan dari azas keadilan sosial ditujukan terutama pada
Sekolah Dasar, yaitu dengan membangun gedung-gedung SD baru yang dapat menjamin
perluasan daya tampung SD untuk 85% dari seluruh anak umur 7 — 12 tahun yang
pada akhir Repelita II diperkirakan berjumlah 23,0 juta. Sehubungan dengan ini,
perhatian khusus diberikan pula pada penyediaan guru guru SD yang bermutu dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan perluasan kesempatan belajar pada SD.
Demikian pula kesempatan belajar pada sekolah
lanjutan pertama bagi lulusan SD akan diperbesar dengan sekaligus
memperhitungkan kenaikan proporsi lulusan SD yang ingin melanjutkan pelajaran
ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tingkat sekolah lanjutan atas,
khususnya daya tampung Sekolah Pendidikan Guru (SPG) akan ditingkatkan sesuai
dengan kebijaksanaan perluasan pendidikan dasar yang memerlukan guru tambahan.
Dalam pada itu kapasitas Sekolah Teknik Menengah (STM) dan sekolah-sekolah
kejuruan lainnya akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan terhadap tenaga
trampil dan bermutu. Selanjutnya, pada tingkat pendidikan tinggi, perluasan
kesempatan studi akan lebih diarahkan kepada bidang-bidang studi tertentu yang
selama ini relatif belum mencukupi.
Dalam hal ini, kebijaksanaan pemerataan
kesempatan belajar ditunjang pula oleh kebijaksanaan pengadaan berbagai jenis
beasiswa di semua jenis dan tingkat pendidikan, terutama untuk para pelajar dan
mahasiswa yang berbakat atau mampu berprestasi namun keadaan sosial ekonominya
relatif lemah.
Pola dasar pembinaan dan pembangunan generasi
muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Keputusan Menteri
Pendidkan dan Kebudayaan nomor : 0323/U/1978 tanggal 28 oktober 1978. Tujuannya
agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan dalam poenanganannya benar-benar
menggunakannya sebagai pedoman sehingga pelaksanaanya dapat terarah, menyeluruh
dan terpadu serta dapat mencapai sasaran dan tujuan yang dimaksud.
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan:
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan:
Landasan Idiil :
Pancasila
Landasan Konstitusional : Undang-undang dasar 1945
Landasan Strategi : Garis-garis Besar Haluan Negara
Landasan Histories : Sumpah Pemuda dan Proklamasi
Landasan Normatif : Tata nilai ditengah masyarakat.
Arah pembinaan dan pengembangan generasi muda
ditunjukan pada pembangunan yang memiliki keselarasn dan keutuhan antara ketiga
sumbu orientasi hidupnya yakni.
Orientasi ke atas kepada Tuhan Yang Masa Esa.
Orientasi dalam dirinya sendiri.
Orientasi ke luar hidup di lingkungan. Dalam
hal ini, pembinaan dan pengembangan generasi muda menyangkut dua pengertian
pokok, yaitu:
Generasi muda sebagai subjek pembinaan dan
pengembangan adalah mereka yang telah memiliki bekal dan kemampuan serta
landasan untuk mandiri dan ketrlibatannya pun secara fungsional bersama potensi
lainnya guna menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa.
Generasi muda sebagai objek pembinaan dan
pengembangan adalah mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kea
rah pertumbuhan potensi dan kemampuan ketingkat yang optimal dan belum dapat
bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
2.
Penjelasan 2 Pengertian pokok pembinaan dan
pengembangan generasi muda
Generasi muda
merupakan generasi penerus perjuangan bangsa dan sumber daya insani bagi
pembangunan nasional, diharapkan mampu memikul tugas dan tanggung jawab untuk
kelestarian kehidupan bangsa dan negara. Untuk itu generasi muda perlu
mendapatkan perhatian khusus dan kesempatan yang seluas- luasnya untuk dapat
tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya, terdapat generasi muda yang menyandang
permasalahan sosial seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan obat dan narkota,
anak jalanan dan sebagainya baik yang disebabkan oleh faktor dari dalam dirinya
(internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Oleh karena itu perlu adanya
upaya, program dan kegiatan yang secara terus menerus melibatkan peran serta
semua pihak baik keluarga, lembaga pendidikan, organisasi pemuda, masyarakat
dan terutama generasi muda itu sendiri. Arah kebijakan pembinaan generasi muda
dalam pembangunan nasional menggariskan bahwa pembinaan perlu dilakukan dengan
mengembangkan suasana kepemudaan yang sehat dan tanggap terhadap pembangunan
masa depan, sehingga akan meningkatkan pemuda yang berdaya guna dan berhasil
guna. Dalam hubungan itu perlu dimantapkan fungsi dan peranan wadah-wadah
kepemudaan seperti KNPI, Pramuka, Karang Taruna, Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS), Organisasi Mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi dan organisasi
fungsional pemuda lainnya. Dalam kebijakan tersebut terlihat bahwa KARANG
TARUNA secara ekslpisit merupakan wadah pembinaan dan pengembangan generasi
muda yang bertujuan untuk mewujudkan generasi muda aktif dalam pembangunan
nasional pada umumnya dan pembangunan bidang kesejahteraan sosial pada
khususnya. Salah satu kegiatan Karang Taruna Kelurahan Purwaharja Kecamatan
Purwaharja sedang membuat kerajinan bambu yang diolah menjadi aneka macam alat
musik seperti suling, angklung dan sebagainya.
3.
Masalah-Masalah Generasi Muda
Berbagai permasalahan generasi muda yang muncul
pada saat ini antara lain:
·
Dirasa
menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme di kalangan masyarakat
termasuk generasi muda.
·
Kekurangpastian
yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
·
Belum
seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang
tersedia, baik yang formal maupun non formal. Tingginya jumlah putus sekolah
yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang bukan hanya merugikan generasi muda
sendiri, tetapi juga merugikan seluruh bangsa.
·
Kurangnya
lapangan kerja / kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran
/setengah pengangguran di kalangan generasi muda dan mengakibatkan berkurangnya
produktivitas nasional dan memperlambat kecepatan laju perkembangan pembangunan
nasional serta dapat menimbulkan berbagai problem sosial lainnya.
·
Kurangnya
gizi yang dapat menyebabkan hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan
pertumbuhan badan di kalangan generasi muda, hal tersebut disebabkan oleh
rendahnya daya beli dan kurangnya perhatian tentang gizi dan menu makanan
seimbang di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
·
Masih
banyaknya perkawinan di bawah umur, terutama di kalangan masyarakat daerah
pedesaan.
·
Pergaulan
bebas yang membahayakan sendi-sendi perkawinan dan kehidupan keluarga.
·
Meningkatnya
kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
·
Belum
adanya peraturan perundangan yang menyangkut generasi muda.
Dan ada juga masalah lain yaitu:
Dan ada juga masalah lain yaitu:
Kebutuhan
Akan Figur Teladan
Remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai-nilai luhur yang berlangsung dari keteladanan orang tua mereka daripada hanya sekedar nasihat-nasihat bagus yang tinggal hanya kata-kata indah.
Remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai-nilai luhur yang berlangsung dari keteladanan orang tua mereka daripada hanya sekedar nasihat-nasihat bagus yang tinggal hanya kata-kata indah.
Sikap Apatis
Sikap apatis merupakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang bersamaan tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam ketidakacuhannya akan apa yang terjadi di masyarakatnya.
Sikap apatis merupakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang bersamaan tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam ketidakacuhannya akan apa yang terjadi di masyarakatnya.
Kecemasan dan Kurangnya Harga Diri
Kata stess atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja. Banyak kaum muda yang mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).
Kata stess atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja. Banyak kaum muda yang mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).
Ketidakmampuan untuk Terlibat
Kecenderungan untuk mengintelektualkan segala sesuatu dan pola pikir ekonomis, membuat para remaja sulit melibatkan diri secara emosional maupun efektif dalam hubungan pribadi dan dalam kehidupan di masyarakat. Persahabatan dinilai dengan untung rugi atau malahan dengan uang.
Kecenderungan untuk mengintelektualkan segala sesuatu dan pola pikir ekonomis, membuat para remaja sulit melibatkan diri secara emosional maupun efektif dalam hubungan pribadi dan dalam kehidupan di masyarakat. Persahabatan dinilai dengan untung rugi atau malahan dengan uang.
Perasaan Tidak Berdaya
Perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai gaya hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan masyarakat teknokratis yang memaksa kita untuk pertama-tama berpikir tentang keselamatan diri kita di tengah2 masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijasah.
Perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai gaya hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan masyarakat teknokratis yang memaksa kita untuk pertama-tama berpikir tentang keselamatan diri kita di tengah2 masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijasah.
Pemujaan Akan Pengalaman
Sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-obatan dan seks pada mulanya berawal dari hanya mencoba-coba. Lingkungan pergaulan anak muda dewasa ini memberikan pandangan yang keliru tentang pengalaman.
Sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-obatan dan seks pada mulanya berawal dari hanya mencoba-coba. Lingkungan pergaulan anak muda dewasa ini memberikan pandangan yang keliru tentang pengalaman.
4. Potensi- potensi Generasi Muda
Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda
perlu dikembangkan adalah:
~
Idealisme
dan daya kritis
~
Dinamika
dan kreativitas
~
Keberanian
Mengambil Resiko
~
Opimis
dan kegairahan semangat
~
Sifat
kemandirian, disiplin, peduli, dan bertanggung jawab
~
Keanekaragaman
dalam persatuan dan kesatuan
~
Patriotisme
dan Nasionalisme
~
Kemampuan
menguasai ilmu dan teknologi
5.
Tujuan Pokok Sosialisasi
Tujuannya antara lain :
~
Individu
harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan
kelak di masyarakat.
~
Individu
harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
~
Pengendalian
fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang
tepat.
~
Bertingkah
laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada
lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.
C.
Perguruan dan Pendidikan
1.
Mengembakan Potensi Generasi Muda
Negara berkembang masih banyak mendapat
kesulitan untuk penyelenggaraan pengembangan tenaga usia muda melalui
pendidikan. Sehubung dengan itu negara yang berkembang merasakan selalu
kekurangan tenga terampil dalam mengisi lowongan-lowongan pekerjaan tertentu
yang meminta tenag kerja dengan keterampilan khusus. Kekurangan tenaga terampil
itu terasa manakala negara-negara sedang berkembang merencanakan dan berambisi
untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber-sumber alam yang mereka miliki.
Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program-program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal. Mereka dibina digembleng di laboratorium dan pada kesempatan praktek lapangan. Kaum muda memang betul-betul merupakan suatu sumber bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan pengembangan potensi mereka.
Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program-program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal. Mereka dibina digembleng di laboratorium dan pada kesempatan praktek lapangan. Kaum muda memang betul-betul merupakan suatu sumber bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan pengembangan potensi mereka.
Cara mengembangkan potensi generasi muda :
~
Individu
harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan
kelak di masyarakat.
~
Individu
harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
~
Pengendalian
fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang
tepat.
~
Bertingkah
laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada
lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umumnya.
2.
Pengertian Pendidikan dan Perguruan Tinggi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan
bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar
mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki,
melanjutkan mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu. Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkwalitas
dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai
suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat
di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri
kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Macam-macam pendidikan :
~
Pendidikan
umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
~
Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya
adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).jenis ini termasuk ke dalam pendidikan
formal.
~
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana
dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu
pengetahuan tertentu.
~
Pendidikan
profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
~
Pendidikan
vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang
diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
~
Pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu
agama.Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).
Perguruan
tinggi adalah satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi
disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
Menurut jenisnya perguruan tinggi dibagi menjadi 2, yaitu:
Menurut jenisnya perguruan tinggi dibagi menjadi 2, yaitu:
~
Perguruan
tinggi negeri
adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh Negara.
adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh Negara.
~
Perguruan
tinggi swasta
adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.
adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.
3.
Alasan Untuk Berkesempatan Mengenyam Perguruan
Tinggi
Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang
memperoleh pendidikan terbaik, mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang
masyarakat, karena adanya kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran,
pembicaraan serta penelitian tentang berbagai masalah yang ada dalam masyarakat.
Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling
lama di bangku sekolah, maka mahasiswa mendapat proses sosialisasi terpanjang
secara berencana, dibanding dengan generasi muda lainnya.\Ketiga, mahasiswa yang berasal dari berbagai
etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk terjadinya akulturasi sosial
dan budaya.
Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan
memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan
prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elite di kalangan
generasi muda, umunya mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan
lebih baik dari keseluruhan generasi muda lainnya. Mahasiswa pada umumnya
mempunyai pandangan yang lebih luas dan jauh ke depan serta keterampilan
beroganisasi yang lebih baik dibandingkan dengan generasi muda lainnya
ARTIKEL Kenakalan Remaja
PENDAHULUAN
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial
dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku
menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari
berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari
nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat
dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem
sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna
bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur
tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku
menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan
yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang
ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku
tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku
tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu
apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26),
mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang
menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena
pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada
situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan
yangberwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan
diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam
tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan
pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi.
Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah
sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi).
Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6)
mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan
dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana
sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat
sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan
lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam
berinteraksi dari transaksi sosial tersebut
dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan
sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan
sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan
sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu
variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa
beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal
oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen,
1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota
pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi
perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi
serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di
daerah pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri
seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan
bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila
lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai
kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada
gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku
individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama
dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh
(Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup
dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada
umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan
nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol
sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk
penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial,
seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan
mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak
memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.
TUJUAN PENELITIAN
Mengidentifkasi dan memberikan gambaran bentuk-bentuk
kenakalan yang dilakukan remaja di pinggiran kota metropolitan Jakarta, yaitu
di kelurahan Pondok Pinang.
Untuk mengetahui hubungaanan aaantara
kenakalan remaja dengan keberfungsian sosial keluarga
Penelitian ini ingin memberikan sumbangan bagi
pemecahan masalah kenakalan remaja dengan memanfaatkan keluarga sebagai basis
dalam pemecahan masalah
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Pemilihan metode ini karena penelitian yang dilakukan
ingin mempelajari masalah-masalah dalam suatu masyarakat, juga hubungan antar
fenomena, dan membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ada. Cara
pemilihan sampel yang dilakukan pertama memilih wilayah yang mempunyai kategori
miskin, dengan cara melihat kondisi mereka yang perumahannya di bawah standar,
dengan kondisi penduduk yang sangat padat, lingkungan yang tidak teratur dan
perkiraan tingkat kesehatan masyarakatnya yang buruk. Setelah itu konsultasi
dengan ketua RW dan ketua-ketua RT untuk mencari informasi tentang warganya
yang dianggap telah melakukan kenakalan, dengan perspektif labeling. Dari
informasi tersebut data pada tiga RT. Berdasarkan data tersebut kita jadikan
populasi dengan jumlah 40 remaja dan keluarga yang akan dijadikan unit dalam analisis.
Dari jumlah tersebut dibuat listing dan tiap RT diambil 10 sampel (remaja dan
keluarga) sehingga mendapat 30 responden. Pengambilan sample ini dengan cara
random.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dipandu dengan
daftar pertanyaan.
Responden remaja dalam penelitian ini
ditentukan bagi mereka yang berusia 13 tahun-21 tahun. Mengingat pengertian
anak dalam Undang-undang no 4 tahun 1979 anak adalah mereka yang berumur sampai
21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat berbagai masalah dan
krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan narkotik, kenakalan, tidak
dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan terlibat kejahatan
(lihat transaksi individu-individu dan keluarga-keluarga dengan sistem kesejahteraan
sosial).
KERANGKA KONSEP
Konsep Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada
suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di
dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal
itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental
disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku
mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”.
Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan
remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti
sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan
dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan
dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial
serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit
digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar
hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku
sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut
bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan
; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos
sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang
orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika,
hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan
ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan
atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim
(dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat
kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal
dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu
kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan
demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan
keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas
tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi
kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu
perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Keberfungsian social
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada
cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam
bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat
memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang
dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu
yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari
keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika
suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, menurut (Achlis, 1992)
keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan
peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya
rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan
hidupnya.
Keberfungsian sosial kelurga mengandung
pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara
keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll.
Kemampuan berfungsi social secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga
salah satunnya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan
dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
HASIL PENELITAN
Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan
Responden
Berdasarkan data di lapangan dapat disajikan
hasil penelitian tentang kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku
menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang
pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk
mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1)
kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan
(3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden,
dengan jeniskelamin laki-laki 27 responden, dan perempuan 3 responden. Mereka
berumur antara 13 tahun-21 tahun. Terbanyak mereka yang berumur antara 18
tahun-21 tahun.
Bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan
Responden (n=30) Bentuk Kenakalan :
~
Berbohong
~
Pergi
keluar rumah tanpa pamit
~
Keluyuran
~
Begadang
~
Membolos sekolah
~
Berkelahi
dengan teman
~
Berkelahi
antar sekolah
~
Buang
sampah sembarangan
~
Membaca buku porno
~
Melihat gambar
porno
~
Menontin film
porno
~
Mengendarai
kendaraan bermotor tanpa SIM
~
Kebut-kebutan/mengebut
~
Minum-minuman
keras
~
Kumpul
kebo
~
Hubungan
sex diluar nikah
~
Mencuri
~
Mencopet
~
Menodong
~
Menggugurkan
Kandungan
~
Memperkosa
~
Berjudi
~
Menyalahgunakan
narkotika
~
Membunuh
Bahwa seluruh responden pernah melakukan
kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke
luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman,
membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat
kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan
tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak
dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh
responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus
pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan walaupun kecil
persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka yangkumpul kebo. Keadaan yang
demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal ini tidak segera ditanggulangi akan
membahayakan baik bagi pelaku, keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat
menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang semakin kompleks.
~
Hubungan Antara Variabel Independen dan
Dependen
~
Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat
kenakalan
Salah satu hubungan variabel yang disajikan
disini adalah hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini
untuk mengetahui apakah anak laki-laki lebih nakal dari anak perempuan atau
probalitasnya sama. Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut;
Anak laki-laki yang melakukan kenakalan biasa 3 responden (10%), kenakalan yang
menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden, dan kenakalan khusus 22
responden (73,3%). Sedangkan anak perempuan yang melakukan kenakalan biasa 2
responden (2,7%) dan kenakalan khusus 1 responden (3,3%).
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar yang melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun
terdapat juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27 responden anak
laki-laki 22 responden (81,5%) diantaranya melakukan kenakalan khusus,
sedangkan dari 3 responden perempuan 1 responden (33,3%) yang melakukan
kenakalan khusus, berarti probababilitas anak laki-laki lebih besar
kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Demikian juga yang melakukan
kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, anak perempuan tidak
ada yang melakukannya. Dengan demikian maka anak laki-laki kecenderungannya
akan melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih
dibandingkan dengan anak perempuan.
~
Hubungan antara pekerjaan responden dengan
tingkat kenakalan yang dilakukan
Berdasarkan data yang ada, pekerjaan responden
adalah sebagai pelajar dan tidak bekerja (menganggur) masing-masing 13
responden (43,3%), sebagai buruh dan berdagang masing-masing 2 responden
(6,7%). Dari tabel korelasi persebaran datanya sebagai berikut; Pelajar yang
melakukan kenakalan biasa 5 responden (16,7%), kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan 2 responden (6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden
(20%) . Sedangkan mereka yang tidak bekerja (menganggur) semuanya 13 responden
melakukan kenakalan khusus, juga mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh
semuanya melakukan kenakalan khusus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan untuk melakukan kenakalan khusus ataupun jenis kenakalan lainnya
adalah mereka yang tidak sibuk, atau banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan
untuk kegiatan positif.
~
Hubungan
antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan
akan semakin rendah melakukan kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin
tinggi, nalarnya semakin baik. Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma
sosial mana yang seharusnya tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu
mana yang harus dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam
kenyataannya tidak demikian. Mereka yang tamat SLTA justru yang paling banyak
melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti separoh lebih,
dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus, 2 responden
(6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, dan 4
responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian juga mereka yang
pendidikan terakhirnya SLTP, dari 12 responden, 11 responden (36,7%) melakukan
kenakalan khusus. Sedang mereka yang hanya tamat SD 1 responden juga melakukan
kenakalan khusus. Dengan demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan
pendidikan dengan kenakalan yang dilakukan, artinya semakin tinggi
pendidikannya tidak bisa dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di
lokasi penelitian kenakalan remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya
tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat pendidikan dari SD sampai
dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama kesempatannya. Dengan
demikian faktor yang kuat adalah seperti yang disebutkan di atas, yaitu adanya
waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh
buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial
yang besar pengaruhnya.
~
Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan
Keberfungsian Sosial Keluarga
Dalam kerangka konsep telah diuraikan tentang
keberfungsian sosial keluarga, diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial
secara positif dan adaptif bagi keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya serta mampu memenuhi
kebutuhannya.
~
Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan
tingkat kenakalan
Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada
hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan
hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna
memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam
keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai
negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden (13,3%), buruh 5 responden
(16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%), montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta
5 responden (16,6%), dan pensiunan 1 responden (3,3%).
Dari tabel korelasi diketahui bahwa
kecenderungan anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada
tingkat kenakalan biasa. Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai
pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir, dan wiraswasta yang kecendrungannya
melakukan kenakalan khusus. Hal ini berarti pekerjaan orang tua berhubungan
dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian
karena mungkin bagi pegawai negeri lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai
masa depan yang lebih baik, ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta
nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan
pegawai negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma
sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih
tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang
normative.
~
Hubungan antara keutuhan keluarga dengan
tingkat kenakalan
Secara teoritis keutuhan keluarga dapat
berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja
yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur
keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga
Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21
responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh.
Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan
struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan,
terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga
utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.
Namun jika dilihat dari keutuhan dalam
interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang melakukan kenakalan khusus berasal
dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu
diketahui bahwa keluarga yang interaksinya serasi berjumlah 3 responden (10%),
sedangkan yang interaksinya kurang serasi 14 responden (46,7%), dan yang tidak
serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk
menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai kecenderungan anak remajanya
melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam
keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada
kenakalan khusus.
~
Hubungan
antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan
Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan
salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam
konsep keberfungsian juga dilihat dari segi rokhani. Sebab keluarga yang
menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan
nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang
menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan
hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang ada mereka
yang keluarganya taat beragama 6 responden (20%), kurang taat beragama 15
responden (50%), dan tidak taat beragama 9 responden (30%). Dari tabel korelasi
diketahui 70% dari responden yang keluarganya kurang dan tidak taat beragama
melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi
keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya.
Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya
kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus
pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga
sebaliknya.
~
Hubungan antara sikap orang tua dalam
pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan
Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan
pada kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya.
Mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection
3 responden (10%), kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak
memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh
data seluruh responden yang orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali
melakukan kenakalan khusus dan yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden
melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga
dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.
~
Hubungan antara interaksi keluarga dengan
lingkungannya dengan tingkat kenakalan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus berhubungan dengan lengkungan
sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena
keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat
diciptakan, hal itu meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya.
Mereka yang berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8
responden (26,6%), kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10
responden (33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan
tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai
kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu
kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang
melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari keluarga yang interaksinya
dengan tetangga kurang atau tidak serasi.
Pernah tidaknya responden ditahan dan dihukum
hubungannya dengan keutuhan struktur dan interaksi keluarga, serta ketaatan
keluarga dalam menjalankan kewajiban beragama
Data tentang responden yang pernah ditahan
berjumlah 15 responden, dari jumlah tersebut 3 responden (20%) karena kasus perkelaian,
masing-masing 1 responden (6,7%) karena kasus penegeroyokan dan pembunuhan, 5
responden (33,3%) karena kasus obat terlarang (narkotika) dan 8 responden
(53,3%) karena kasus pencurian.
Sedangkan responden yang pernah dihukum
penjara berjumlah 10 responden dengan rincian 7 responden karena kasus
pencurian, masing-masing 1 responden karena ksus pengeroyokan, pembunuhan, dan
narkotika. Adapun lamanya mereka dihukum antara 1 bulan-3 tahun, dengan rincian
sebagai berikut 4 responden (40%) dihukum penjara selama 1 bulan, 3 responden
(30%) dihukum 3 bulan, masing-masing 1 responden (10%) dihukum 7 bulan, 2
tahun, dan 3 tahun .
Dari responden yang pernah ditahan dan di
hukum semuanya dari keluarga yang struktur keluarganya utuh, tetapi
interaksinya kurang dan tidak serasi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah
interaksi dalam keluarga merupakan sebab utama seorang remaja sampai ditahan
dan dihukum penjara. Sedangkan dari sudut ketaatan dalam menjalankan kewajiban
agam bagi keluarganya masih terdapat 1 responden yang pernah ditahan dan
dihukum karena kasus pencurian. Artinya bahwa ketaatan beragama dari
keluarganya belum menjamin anaknya bebas dari kenakalan dan ditahan serta
dihukum.
Analisis
Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan Remaja
Setelah
dianalisis secara bivariat antara beberapa variabel, maka untuk melengkapinya
dianalisis secara statistik dengan rumus product moment guna melihat keeratan
hubungan tersebut. Berdasarkan tabel distribusi koefisiensi korelasi product
moment diperoleh data sebagai berikut; nilai x = 510 y = 322 x2 = 9.010 y2 =
3.752 xy = 5.283 hasil perhitungan yang diperoleh = - 0,6022. Sedang nilai r
yang diperoleh dalam tabel dengan taraf significansi 5%, dengan sampel 30
adalah 0,361 Berdasarkan data tersebut karena nilai r yang diperoleh dari hasil
penelitian jauh dari batas significansi nilai r yang diperolehnya berarti ada
hubungan negative antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja yang
dilakukan. Artinya semakin tinggi tingkat berfungsi sosial keluarga, akan
semakin rendah tingkat kenakalan remajanya, demikian sebaliknya semakin rendah
keberfungsian sosial keluarga maka akan semakin tinggi tingkat kenakalan
remajanya.
Dari uraian di
atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remja pria lebih
cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan juga
remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau
kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan
tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan
menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus.
Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya,
artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan
sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan khusus. Demilian
juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi
anak-anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga
berpengaruh kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat
menjalankan agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi
keluarga yang kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada
umumnya melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap
orang orang tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh
terhadap tingkat kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi
keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi)
terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan
akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga
berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya
dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada
tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan
sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.
Kesimpulan
Upaya
pencegahan terhadap penyebaran narkoba di kalangan pelajar, sudah seyogianya
menjadi tanggung jawab kita bersama.Dalam hal ini semua pihak termasuk orang
tua, guru, dan masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman
narkoba terhadap anak-anak kita.
Adapun
upaya-upaya yang lebih kongkret yang dapat kita lakukan adalah melakukan kerja
sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya
narkoba, atau mungkin mengadakan razia mendadak secara rutiN, Kemudian
pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan memberikan perhatian dan
kasih sayang, Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap
gerak-gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkoba
sering terjadi di sekitar lingkungan sekolah.Yang tak kalah penting adalah,
pendidikan moral dan keagamaan harus lebih ditekankan kepada siswa, Karena
salah satu penyebab terjerumusnya anak-anak ke dalam lingkaran setan ini adalah
kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan
tercela seperti ini pun, akhirnya mereka jalani.Oleh sebab itu, mulai saat ini,
kita selaku pendidik, pengajar, dan sebagai orang tua, harus sigap dan
waspada, akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak
kita sendiri. Dengan berbagai upaya tersebut di atas, mari kita jaga dan awasi
anak didik kita, dari bahaya narkoba tersebut, sehingga harapan kita untuk
menelurkan generasi yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat
terealisasikan dengan baik.
Pemerintah
maupun instansi terkait telah banyak melakukan upaya pencegahan maupun
penanggulangan dengan cara sosialisasi dan lainnya namun tidak nampak hasil
yang besar, justru semkin banyak saja remaja yang terjerat dalam jurang
narkoba.
Upaya pencegahan
dan dimulai dari diri rmaja itu sendiri perlu membentengi pengaruh dari laur
dengan kefahaman agama yang kuat, moral yang baik, dan sebagai penerus bangsa
hendaknya seorang remaja dapat berpikir positif dan harus pandai dalam bergaul
dan memilih teman dekat agar tidak terpengaruh oleh pergaulan yang semakin
rusak.
Dalam
upaya penanggulangan ini perlu peran aktif dari orang tua, guru dan masyarakat
sekitar tempat tinggal remaja. Peran oran tua dalm pembinaan remaja sangatlah
vital karena pendidikan moral, agama, dan pengatahuan berawal dari keluarga.
Keluarga yang telah memenuhi kebutuhan materi bagi anggotanya tetapi kurang
memenuhi kebutuhan psikologis seperti perhatian, kasih sayang akan menyebabkan
remaja merasa jenuh dan merasa kehilangan orang tempat mengadukan perasaan
seperti kecewa, stress. Sehinggga remaja mencari perhatian dan kebutuhan
psikologis dari temannya.Agar dalam bergaul dengan temannya, seorang remaja
tidak terpengaruh hal-hal negatif pergaulan, maka adanya kontrol dari orang tua
sangatlah penting walaupun sibuk dalam urusan kariernya.
Seorang
guru yang ramah serta membuka diri untuk berdialog dengan remaja, akan membuka
peluang bagi remaja untuk menyatakan tentang kesulitan/masalahnya sendiri.
Sehingga seorang remaja dapat menemukan orang tua kedua selain dirumah dan akan
membuat seoarang remaja untuk dapat berpikir positif dan lebih aktif
dalam kegiatan yang berdampak positif bagi dirinya, Seperti aktif
dalam ekstrakulikuler olah raga, keagamaan, kesenian dan lain sebagainya.
Para
tokoh masyarakat hendaknya menyadari bahwa para pelajar memerlukan keterbukaan
dan penghargaan terhadap mereka.Sehingga dalam kegiatan yang ada dimasyarakat
hendaknya remaja di ikut sertakan agar mereka merasa dihargai dan menjadi
bagian dalam masayarakat tersebut. Juga perlunya bimbingan terhadap kelompok
remaja, seperti
karang taruna dan pengembangan bakat remaja, karena bakat tersebut tidak hanya
dan harus dikembangkan di sekolah melainkan juga diterapkan dalam masayarakatnya.
Saran
Dalam
memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang tumbuh,
orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan
kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan
tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan
orangtua yang akhirnya membuat mereka tetap melakukannya namun dengan
sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih
banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah
jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang
bermanfaat.Penyelesaian masalah dalam hal ini dibutuhkan kerja sama orangtua
dengan anak. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan.Berilah pengertian sebaik-baiknya.Bila
tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya.Hal yang paling
penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan
anak.Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak.Orangtua hendaknya selalu menjalin
dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak
merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.Dalam menghadapi masalah
pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan
bimbingan pendidikan terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja.Remaja
hendaknya diberi pengarahan tentang kenakalan remaja dan narkoba serta segala
akibat baik dan buruk dari adanya hal tsb.Orangtua hendaknya memberikan teladan
dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai
agama.
http://wahyuningtiyas.blogspot.com/…/pengertian-pemuda-menurut-kamus.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943452-pengertian-sosialisasi/
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22426&goto=prev
http://jalius12.wordpress.com/2010/06/17/pengertian-sosialisasi/
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22426
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22428
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22429
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22430
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943452-pengertian-sosialisasi/
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22426&goto=prev
http://jalius12.wordpress.com/2010/06/17/pengertian-sosialisasi/
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22426
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22428
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22429
http://www.kaskus.us/blog.php?b=22430