Pelapisan Sosial
PELAPISAN SOSIAL
PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification)
adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Stratifikasi sosial menurut
Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam
lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis). Pitirim A. Sorokin dalam
karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem
lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
masyarakat yang hidup teratur. Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z.
Lawang adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese
dan prestise. statifikasi sosial menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial
sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese
dan prestise.
PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
Pembagian dan pemberian
kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari
seluruh system social masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan sikap dan
kegiatan yang berbeda kepada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi hal ini perlu
diingat bahwa ketentuan-ketentuan tentang pembagian kedudukan antara laki-laki
dan perempuan yang kemudian menjadi dasar daripada pembagian pekerjaan,
semata-mata adalah ditentukan oleh system kebudayaan itu sendiri.
Di dalam
organisasi masyarakat primitive pun di mana belum mengenai tulisan, pelapisan
masyarakat itu sudah ada. Terwujud dalam bentuk sebagai berikut :
1)
Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan
hak dan kewajiban.
2)
Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak
istimewa.
3)
Adanya pemimpin yang saling berpengaruh.
4)
Adanya orang-orang yang dokecilkan dinluar kasta dan orang-orang yang di luar
perlindungan hokum (cutlaw men).
5)
Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri.
6)
Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara
umum.
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PELAPISAN SOSIAL
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan
sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi
atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggotamasyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa
memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam
sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai
kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat
dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang
dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja,serta
kemampuannya dalam berbagi kepada sesama
Ukuran kekuasaan dan
wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang
paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam
masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran
kekayaan, sebab orang yang kayadalam
masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau
sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati
akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran
kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak
jasanya kepadamasyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi
luhur.
Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh
anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang
paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini
biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang
disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor
ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat
negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai
tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha
dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya
dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
PEMBEDAAN SISTEM PELAPISAN MENURUT SIFATNYA
1) Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
-Kasta Brahmana : terdiri dari golongan-golongan
pendeta dan merupakan kasta yang tertinggi
-Kasta Ksatria : terdiri dari golongan bangsawan
dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua.
-Kasta Waisya : terdiri dari golongan pedagang
yang dipandang sebagai lapisan menengah ketiga.
- Kasta Sudra : terdiri dari golongan rakyat
jelata.
-Paria : terdiri dari mereka yang tidak
mempunyai kasta (gelandangan, peminta, dan sebagainya).
Sistem stratifikasi
social yang tertutup biasanya juga kita temui di dalam masyarakat feudal atau
masyarakat yang berdasarkan realisme.
2) Sistem pelapisan
masyarakat yang terbuka
Sistem pelapisan seperti ini dapat kita temui di dalam
masyarakat di Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk
menduduki segala jabatan dila ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi di
samping itu orang juga dapat turun dari jabatannya bila dia tidak mampu
mempertahankanNYA. Sistem pelapisan mayarakat terbuka sangat menguntungkan.
Sebab setiap warga masyarakat diberi kesempatan untuk bersaing dengan yang
lain.
BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Bentuk konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam.
Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti:
a. Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
b. Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
c. Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
Para pendapat sarjana memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:
• Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.
• Prof.Dr.Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
• Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.
• Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
• Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Dari apa yang diuraikan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakatke dalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai berikut :
• Ukuran kekayaan :Ukuran kekayaan dapat dijadikan suatu ukuran; barangsiapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, temasuk lapisan sosial paling atas.
• Ukuran kekuasaan : Barangsiapa yang mempunyai kekuasaan atau wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas
• Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, menduduki lapisan sosial teratas.
• Ukuran ilmu pengetahuan : Ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang menjadi negatif, karena ternyata bukan ilmu yang menjadi ukuran tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal itu mengakibatkan segala mecam usaha untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun secara tidak halal.
Ukuran-ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif (terbatas),tetapi masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat dipergunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas yang menonjol sebagai dasar timbulnya pelapisan sosial dalam masyarakat. Jadi kriteria pelapisan sosial pada hakikatnya tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan.
a. Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
b. Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
c. Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
Para pendapat sarjana memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:
• Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.
• Prof.Dr.Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
• Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.
• Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
• Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Dari apa yang diuraikan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakatke dalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai berikut :
• Ukuran kekayaan :Ukuran kekayaan dapat dijadikan suatu ukuran; barangsiapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, temasuk lapisan sosial paling atas.
• Ukuran kekuasaan : Barangsiapa yang mempunyai kekuasaan atau wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas
• Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, menduduki lapisan sosial teratas.
• Ukuran ilmu pengetahuan : Ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang menjadi negatif, karena ternyata bukan ilmu yang menjadi ukuran tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal itu mengakibatkan segala mecam usaha untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun secara tidak halal.
Ukuran-ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif (terbatas),tetapi masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat dipergunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas yang menonjol sebagai dasar timbulnya pelapisan sosial dalam masyarakat. Jadi kriteria pelapisan sosial pada hakikatnya tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan.
ELITE DAN MASSA
Dalam pengertian umum
elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan
tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di
bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang
kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite
dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat di puncak struktur struktur sosial
yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan, aparat
kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe
masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam masyarakat
industri watak elitnya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat
primitive.
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebgai dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas. Ciri – ciri massa adalah :
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebgai dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas. Ciri – ciri massa adalah :
·
Keanggotaannya berasal
dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari
berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran
atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai masa
misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan
misalnya malalui pers
·
Massa merupakan kelompok
yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym
·
Sedikit interaksi atau
bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya
FUNGSI ELITE DALAM MEMEGANG STRATEGI
Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan golongan minoritas ini
Didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakkan,dasar-dasar kehidupan yang akan dating. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa adan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial.
Golongan elite sebagai minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain :
Dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan golongan minoritas ini
Didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakkan,dasar-dasar kehidupan yang akan dating. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa adan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial.
Golongan elite sebagai minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain :
a. Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
b. Faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan baik yanag bersifat fisik maupun psikhis, material maupun immaterial, merupakan heriditer maupun pencapaian.
c. Dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar jika dibandingkan dengan masyarakat lain.
d. Ciri-Ciri lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di atas adalah imbalan yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya.
PENGERTIAN MASSA
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tapi yanag secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain.
Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku massal sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai diberitakan dalam pers, atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tapi yanag secara fundamental berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain.
Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku massal sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai diberitakan dalam pers, atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
PERILAKU MASSA
Massa
dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Massa adalah
kumpulan orang banyak dalam tempat, waktu yang sama dan biasanya mempunyai
tujuan yang sama. Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku
yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Fenomena kebersamaan
ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective Behavior).
Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).
Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.
Kondisi – kondisi pembentuk perilaku massa
Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:
1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst
2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada.
3. Generalized beliefs : berbagi interpretasi acara
4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada
5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst
6. Failure of Social Control – akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.
Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).
Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.
Kondisi – kondisi pembentuk perilaku massa
Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:
1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst
2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada.
3. Generalized beliefs : berbagi interpretasi acara
4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada
5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst
6. Failure of Social Control – akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.
MASYARAKAT DAN MASSA
Dalam perannya, massa
dan masyarakat sangatlah berkaitan, Terhadap beberapa hal yang penting sebagian
ciri-ciri yang membedakan di dalam massa :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat kemakamuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti suatu proses peradilan tentang pembunuhan misalnya melalui pers.
2. Massa merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonim.
3. Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggota¬anggotanya.
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat kemakamuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti suatu proses peradilan tentang pembunuhan misalnya melalui pers.
2. Massa merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonim.
3. Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggota¬anggotanya.
PERANAN KAUM ELITE
TERHADAP MASSA
Dari tema diatas kita
sudah bisa mengerti dan memahami peranan kaum elite terhadap massa. Di
masyarakat sifat atau tingkah laku seperti ini amat sangat sering kita temui,misalnya;
tingkatan-tingkatan dalam lingkungan contohnya tingkatan dalam
kekayaan,kekuasaan,kehormatan dan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini kita sebagai
masyarakat selalu memandang rendah seseorang dari berbagai sisi dari orang itu,
entah dari kepemimpinannya, atau kekayaan yang dimilikinya.
Masalah yang dapat ditimbulkan karena adanya kaum elite adanya golongan orang-orang yang merasa paling kaya (elite), ataupun sekelompok orang yang selalu ditindas, biasanya orang ini di sebut orang miskin atau orang yang berkehidupan kurang. Pengertian dari elite itu sendiri adalah sekelompok orang yang terekemuka di bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Golongan ini mungkin amat sangat berpengaruh dalam kehidupan dunia,karena dalam pemikiran orang-orang awam. Golongan ini adalah kunci keberhasilannya dalam membuat suatu industry atau pekerjaan. Karena golongan ini banyak sekali kehidupan orang-orang yang kurang mampu, di sekeliling mereka.
Golongan ini di bedakan menjadi ; elite politik, elite ekonomi,militer,diplomatic dan cendikiawan, elite agama,filsuf,pendidkan, dan pemuka agama. Walaupun seringkali golongan ini disebut golongan penguasa tetapi karena golongan ini kehidupan masyarakat suatu negara juga terperhatikan. Misalnya, karena adanya golongan elite ini masyarakat merasa terbutuhi kehidupannya, dan da beberapa peranan-peranan elite terhadap massa misalnya seperti ; pencerminan kehendak masyarakatnya,memajukan kehidupan masyarakat, peranan moral dan solidaritas kemanusiaan, memenuhi kebutuhan pemuasan hedonic. Oleh karena itu tidak semua golongan elite yang berperan di masayarakat akan selalu merugikan, melainkan juga ada keuntungan yang bisa diambil.
Masalah yang dapat ditimbulkan karena adanya kaum elite adanya golongan orang-orang yang merasa paling kaya (elite), ataupun sekelompok orang yang selalu ditindas, biasanya orang ini di sebut orang miskin atau orang yang berkehidupan kurang. Pengertian dari elite itu sendiri adalah sekelompok orang yang terekemuka di bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Golongan ini mungkin amat sangat berpengaruh dalam kehidupan dunia,karena dalam pemikiran orang-orang awam. Golongan ini adalah kunci keberhasilannya dalam membuat suatu industry atau pekerjaan. Karena golongan ini banyak sekali kehidupan orang-orang yang kurang mampu, di sekeliling mereka.
Golongan ini di bedakan menjadi ; elite politik, elite ekonomi,militer,diplomatic dan cendikiawan, elite agama,filsuf,pendidkan, dan pemuka agama. Walaupun seringkali golongan ini disebut golongan penguasa tetapi karena golongan ini kehidupan masyarakat suatu negara juga terperhatikan. Misalnya, karena adanya golongan elite ini masyarakat merasa terbutuhi kehidupannya, dan da beberapa peranan-peranan elite terhadap massa misalnya seperti ; pencerminan kehendak masyarakatnya,memajukan kehidupan masyarakat, peranan moral dan solidaritas kemanusiaan, memenuhi kebutuhan pemuasan hedonic. Oleh karena itu tidak semua golongan elite yang berperan di masayarakat akan selalu merugikan, melainkan juga ada keuntungan yang bisa diambil.
ARTIKEL
Budaya
Kemiskinan atau Kemiskinan Akibat Kebijakan?
Kamis, 11 Juli 2013
10:31 wib
INDONESIA merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki isu kemiskinan sebagai salah satu isu yang perlu dituntaskan. Menurut TNP2K (Tim Nasional Percepatan dan Penanggulangan Kemiskinan), pada 2010, tingkat kemiskinan di Indonesia adalah 13,33 persen dari total penduduk Indonesia, atau sekira 31,02 juta Jiwa penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998-2011 terus menurun. Penurunan tersebut tidak lepas upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Walau dapat dikatakan belum maksimal, tren penurunan angka kemiskinan menunjukkan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan hak-hak dasar.
Terdapat berbagai macam indikator kemiskinan yang dapat digunakan untuk mengukur angka kemiskinan. Indonesia menggunakan indikator kemiskinan yang terdiri atas kemampuan pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok yang dimaksud antara lain sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena itu, di Indonesia, ketika pendapatan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut maka seseorang tersebut dikatakan miskin.
Menurut Bradshaw (2006), sebelum dirumuskan strategi penanganan kemiskinan, perlu ditemukenali lebih dalam terjadinya kemiskinan. Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama. Penyebab pertama adalah penyebab kemiskinan secara kultural atau budaya.
Penyebab kemiskinan secara kultural dapat ditemu kenali dari sifat individu, keluarga, dan lingkungan. Menurut Bradshaw (2006) kelemahan individu dan sistem budaya yang mendukung sub-kultur kemiskinan menjadi beberapa penyebab dari terjadinya kemiskinan.
Kelemahan individu tersebut diterjemahkan oleh Feagin (1972 dalam Lepianka, et al, 2009) sebagai kelemahan individu dalam bertanggungjawab atas dirinya sendiri, seperti kurangnya penghematan, kurang berusaha, tidak bermoral, dan kemalasan. Penyebab kedua adalah disebabkan oleh faktor struktural.
Menurut Bradshaw (2006), penyebab kemiskinan dapat disebabkan oleh diskriminasi sosial, ekonoi, dan politik, serta kesenjangan geografis. Bentuk diskriminasi dapat berupa ketidaksetaraan pendapatan, ketidaksetaraan gender, dan ras. Diskriminasi seperti ini dapat menyebabkan budaya kemiskinan.
Dalam konteks kemiskinan di Indonesia, penyebab kemiskinan tidak hanya terdiri dari salah satu penyebab, melainkan kedua penyebab, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Kemiskinan di Indonesia terjadi akibat adanya budaya miskin yang terlihat seolah dipelihara oleh masyarakat, seperti kurang berusaha untuk mendapatkan pendapatan tambahan.
Di sisi lain, kebijakan-kebijakan ekonomi di Indonesia belum mampu membuat seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mengakibatkan penduduk miskin tidak mampu mengakses modal awal untuk melakukan usaha sampingan agar dapat pendapatan tambahan.
Selain itu, kemiskinan yang terdapat di Indonesia terdiri atas dua jenis. Pertama adalah kemiskinan di kawasan perkotaan. Kemiskinan kedua adalah kemiskinan di kawasan pedesaan. Kedua kemiskinan ini memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan strategi pengentasan kemiskinan yang berbeda.
Kemiskinan di kawasan perkotaan merupakan kemiskinan yang terjadi di kota-kota yang ada di Indonesia. Penduduk miskin di kota pada umumnya terjebak dalam kondisi miskin akibat sulitnya bersaing dengan penduduk lain di kota. Sebagai contoh, suatu kelompok masyarakat A memiliki rata-rata tingkat pendidikan terakhir SMP dan SMA sedangkan kelompok masyarakat B memiliki rata-rata tingkat pendidikan terakhir SMA dan S-1.
Akibatnya, dalam pasar tenaga kerja, kelompok masyarakat B akan lebih memiliki nilai jual dan lebih mampu bersaing dibandingkan dengan kelompok masyarakat A sehingga kelompok masyarakat A tidak mampu bekerja dan tidak memiliki penghasilan yang lebih baik dari kelompok masyarakat B dan akan cenderung terperangkap dalam kondisi kemiskinan. Fenomena ini terjadi baik oleh penduduk asli kota yang tidak mampu bersaing dengan penduduk pendatang atau sebaliknya.
Kemiskinan di kawasan pedesaan merupakan kemiskinan yang terjadi di desa-desa yang ada di Indonesia. Penduduk miskin di desa pada umumnya terjebak dalam kondisi kemiskinan akibat tidak memilikinya modal, baik fisik maupun nonfisik, atau dengan kata lain tidak memiliki faktor produksi.
Sebagai contoh, petani-petani yang ada di desa-desa kebanyakan petani penggarap, terutama bagi petani di daerah pantai utara jawa. Dikarenakan hanya petani penggarap, para petani tersebut memiliki sistem pendapatan bagi hasil dengan pemilik lahan dan pada umumnya pendapatan yang didapat tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Petani penggarap juga pada umumnya tidak memiliki lahan sehingga tidak memiliki jaminan ketika akan meminjam modal ke bank. Dengan kata lain, kebijakan kredit UKM masih belum tersentuh oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, pada umumnya, penduduk di desa kurang memiliki keahlian khusus selain bertani.
Hal ini menyulitkan penduduk desa untuk memiliki keahlian lain sebagai modal untuk usaha. Fakta lain yang terdapat dalam kemiskinan di perdesaan adalah penduduk usia muda banyak yang merantau sehingga secara komposisi penduduk, penduduk miskin di desa pada umumnya penduduk dengan usia cenderung tua dan sudah tidak produktif.
Dalam usaha untuk mengurangi angka kemiskinan, tim nasional percepatan dan pengentasan kemiskinan Indonesia telah melakukan berbagai macam strategi pengentasan kemiskinan. Program kemiskinan telah dilaksanakan sejak 1998 hingga saat ini. Secara umum, program yang telah dilakukan mampu menurunkan angka kemiskinan Indonesia yang berjumlah 47,97 Juta pada 1999 menjadi 30,02 Juta pada 2011.
Adapun empat strategi dasar yang ditetapkan sebagai dasar pembuatan program pengentasan kemiskinan sebagai berikut :
1. Menyempurnakan program perlindungan sosial
2. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
3. Pemberdayaan masyarakat
4. Pembangunan yang inklusif.
Namun apakah program-program pengentasan tersebut efektif dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia? Jika dilihat lebih dalam, program-program pengentasan kemiskinan yang ada hingga saat ini lebih menitikberatkan kepada output atau hasil yang terlihat jelas, yaitu penurunan angka kemiskinan yang diukur oleh beberapa indikator.
Padahal, kemiskinan yang terjadi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis kemiskinan utama dan memiliki karakteristik yang berbeda serta penyebab yang berbeda. Kemiskinan di perkotaan memiliki karakteristik dimana penduduk miskin tidak dapat bersaing dan kondisi ini didukung dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Akibatnya kemiskinan menjadi sebuah budaya yang dipelihara oleh masyarakat.
Untuk mengatasi kemiskinan seperti ini tentulah memerlukan sebuah proses yang cukup lama untuk mengubah budaya tersebut. Sedangkan kemiskinan di perdesaan memiliki karakteristik di mana penduduk miskin tidak memiliki modal dan kondisi ini tidak didukung dengan kebijakan ekonomi-sosial yang ada saat ini. Untuk kemiskinan seperti ini tentu memerlukan sebuah usaha lebih untuk membuat sebuah kebijakan yang lebih pro-poor.
ANALISA
masalah kemiskinan di negara Indonesia ini sudah
bukanlah hal baru dan mengherangkan yang terjadi. bukan berarti pula hal ini
kita diamkan begitu saja, banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di
beberapa tempat diantaranya
1. tingkat kepadatan penduduk yang berlebih
2. kesadaran akan pentingnya perencanaan masa
depan yang kurang
3. sedikitnya lapangan pekerjaan
4. angka kelahiran libih banyak dari angka
kematian, dan lain sebagainya
faktor-faktor di atas juga penyebab
terjadinya banyak tindak kriminalitas karna tidak adanya peluang pekerjaan
untuk mereka,
KESIMPULAN DAN SARAN
kemiskinan di Indonesia masih memerlukan sebuah program
pengentasan kemiskinan yang lebih menitikberatkan kepada proses dan
mengusahakan agar outcome pengentasan kemiskinan merupakan fokus
dari program pengentasan kemiskinan sehingga tidak hanya melihat dari jumlah
angka kemiskinan yang berkurang tetapi juga melihat bagaimana penduduk miskin
tidak kembali menjadi miskin.
pemerintah beserta masyarakat harus saling
bekerja sama dalam menuntaskan masalah ini dengan berupaya keras untuk menanggulangi kemiskinan melalui
berbagai program pro-rakyat., kaum elite di harapkan
dapat berperan juga untuk ikut membantu masyarakat yang ada di bawah garis
kemiskinan, contoh mudahnya yaitu membayar pajak sesuai dengan aturan, membuat
sistem koprasi untuk membantu permodalan agar menciptakan usaha untuk
masyarakat miskin sehingga lapangan pekerjaan bertambah.
Bisa juga dengan membangun beberapa progam
sebagai berikut :
1. Menyempurnakan program perlindungan sosial
2. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
3. Pemberdayaan masyarakat
4.
Pembangunan yang inklusif.
Thanks to: